Rabu, 18 Desember 2013

Melestarikan budaya Baca, Agar mendapat pengetahuan baru








Sudahkah Anda membaca hari
ini? Buku apa yang Anda baca?
Kita sering mendengar kalimat
membaca pangkal pandai.
Sudahkah membaca menjadi
rutinitas harian kita?

Kalau kita tengok para pendiri
bangsa Indonesia, mereka
adalah orang-orang yang gemar
membaca. Bung Karno, Bung
hatta, Sutan Sjahrir mereka
begitu dekt dengan buku. Kedekatan dengan buku
membuat mereka berwawasan
luas dan berpikiran besar.

Kita tidak mungkin berdiskusi
tanpa membaca dulu
sebelumnya. Dengan membaca
perdebatan dalam diskusi
menjadi lebih bermutu dan
tetap relevan dibaca.

Ada cerita betapa dekatnya
pendiri bangsa dengan buku.
Bung Hatta menjadikan buku
karangannya, Alam Pikiran
Yunani sebagai hadiah
pengantin untuk isterinya. Seorang penyair dari Padang
pernah berkata tentang Bung
Hatta, “Dia orang besar dan
hidupnya seperti buku yang tak
akan tamat dibaca.”

“Tidak ada orang besar yang
tidak membaca. Bahkan Firaun
pun membaca. Meskipun Firaun
dari membaca menjadi
tindakan negatif,” ujar Oom
Nurohmah, ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca
(GPMB) Jawa barat, ketika
ditemui di ruangannya di
kantor Badan Perpustakaan
dan Arsip daerah (BAPUSIPDA)
jumat (25/5).

Untuk mencapai tahap minat
baca, orang terlebih dulu
melewati tahapan kemampuan
membaca.”Sebelum minat
tumbuh, kemampuan membaca
dulu yang ditumbuhkan.” Kata Ibu Oom. Karena kemampuan
membaca itu bukan bawaan
sejak lahir maka harus dilatih.

Ada proses yang dilewati untuk
mewujudkan kondisi gemar
membaca. Proses yang dibina
dari lingkungan terkecil.
Keluarga merupakan lingkungan
terkecil untuk membina dan mewujudkan gemar membaca.

“Political will (regulasi) supaya
terwujud budaya baca pun
sangat penting. Pemerintah
lewat kebijakan yang
dikeluarkan bisa mendorong ke
arah terwujudnya budaya baca.” Kata Oom. Upaya guna
mewujudkan budaya baca pada
akhirnya menjadi tugas
bersama, baik itu keluarga,
lingkungan sekolah sampai pada
pemerintah.

Menurut data UNCEF, minat
baca orang Indonesia tergolong
rendah. Kalau dipresentasekan
ada pada 0,01 pesen. “Artinya
di Indonesia satu buku di baca
oleh seribu orang.” Tambah Ibu Oom. tampaknya ini terkait
dengan kebiasaan kita yang
lebih memilih ke pusat
perbelanjaan ketimbang toko
buku atau perpustakaan dikala
waktu senggang.

Mengembalikan Fungsi
Pepustakaan Allah SWT menurunkan wahyu
kepada Rasulullah SAW denga
n ayat pertama berbunyi “iqra”,
bacalah, bacalah dengan
menyebut Tuhan yang Maha
Pemurah. “Jelaslah, manusia diciptakan untuk membaca.
Bukan sekedar membaca teks
tapi juga lingkungan, alam
sekitar,” papar Oom.

Perkembangan teknologi
informasi dewasa ini, di satu
sisi ada peluang dan juga
ancaman. Peluang untuk kita
mendapatkan informasi
sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya. Ancaman
ketika digunakan secara tidak
bijak dan etis. “Kita harus
cerdas informasi juga cerdas
media,” ungkap Oom.

“Itu juga bagian dari membaca.
Membaca lingkungan. Tren
teknologi saat ini kita ikuti.
Tapi dalam menggunakannya
kita harus bijak dan etis. Orang
yang bijak dan etis tentu akan dapat
mempertanggungjawabkan apa
yang dilakukannya.”

Informasi juga bisa kita
dapatkan di perpustakaan.
Melalui buku-buku yang ada di
perpustakaan, menjadikan
informasi sebagai sumber
kekuatan. Karena salah satu fungsi dari perpustakaan adalah
sebagai fungsi informatif.

Di perpustakaan juga kita bisa
belajar. Ada pertarungan
dialektika di sana. Lewat buku-
buku kita membangun karakter.
Buku kerap kita anggap “tidak
ramah”. Kita malas membeli buku karena harganya kelewat
mahal. Oleh sebab itu
perpustakaan menjadi solusi
bagi mereka yang haus akan
ilmu pengetahuan.

“Melestarikan budaya Baca, Agar mendapat pengetahuan baru”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar